Usai Hijrah, Ini yang Perlu Dilakukan Muslim
JAKARTA — Memutuskan untuk hijrah ke arah kebaikan perlu dilakukan dengan beberapa langkah lainnya. Sebab yang lebih sulit dari hijrah adalah tetap istiqamah di atas ketaatan.
“Kata hijrah cukup tenar belakangan ini. Bahkan sempat menjadi trending topik. Tidak sedikit publik figur yang memilih jalan ini. Meninggalkan pola hidup buruk. Mulai dari pola berpikir, cara berpakaian, cara berbisnis, hingga cara berinteraksi dengan keluarga. Pendek kata semua pola kehidupannya diusahakan supaya bisa sesesuai mungkin dengan ajaran Islam,” kata Pengasuh pesantren Tunas Ilmu Purbalingga sekaligus dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi’i Jember, Ustaz Abdullah Zaen Lc.,MA, melalui pesan Telegram.
Ustadz Abdullah mengungkapkan, ada satu hal penting yang perlu dipahami, bahwa hijrah itu tidak sekedar bermodalkan semangat. Akan tetapi api harus dilandasi ilmu yang cukup, agar hijrahnya tetap terarah dan konsisten.
“Ibarat orang pindah rumah, tentu dia tidak segera menikmati rumah barunya. Walaupun rumah yang lama begitu sempit dan minim fasilitas. Sedangkan rumah yang baru sangat luas dan full fasilitas. Kenapa dia tidak bisa langsung menikmati? Sebab dia butuh adaptasi. Adaptasi lingkungan. Adaptasi kamar. Adaptasi udara. Adaptasi tetangga, dan lain-lain,” papar Ustadz Abdullah.
Ustadz Abdullah mengatakan, salah satu alasan terbesar yang mendorong orang untuk hijrah adalah keinginan untuk mendapatkan ketenangan. Adannya popularitas dan gegap gempita sambutan penggemar ternyata tidak mengundang ketenangan yang didambakan. Pada kenyataannya hidup semakin terasa hampa dan hambar, akhirnya dia mencari hal-hal yang bisa mendatangkan ketenangan.
Di dalam Alquran dijelaskan,
“أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ”
Artinya: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”. (QS. Ar-Ra’du ayat 28)
“Untuk mencapai ketenangan itu membutuhkan proses. Sebab dalam pelaksanaan ibadah, pasti nafsu yang selama ini dipuaskan dengan maksiat akan protes. Perubahan drastis belum tentu langsung menghasilkan harapan yang diinginkan, yakni ketenangan batin. Di sinilah banyak orang yang patah arah. Layu sebelum mekar. Kembali lagi kepada masa lalu yang kelam,” kata Ustadz lulusan Universitas Islam Madinah ini.
Ustadz Abdullah mengatakan, agar tidak terperosok ke lubang yang sama dua kali, dalam proses berhijrah perlu memperhatikan beberapa hal. Di antaranya:
Pertama: Bertahaplah!
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan,
«يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ مِنَ الْأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللهَ لَا يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا، وَإِنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ، وَإِنْ قَلَّ».
“Wahai para manusia, beramallah sesuai kemampuan kalian. Sungguh Allah tidak akan pernah bosan, sekalipun kalian bosan. Sungguh amalan yang paling dicintai Allah adalah yang rutin dilakukan, walaupun sedikit”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Kedua: Berdoalah
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Rasulullah sering sekali membaca doa, “Yâ Muqollibal qulûb, tsabbit qolbî ‘alâ dînik (Wahai Yang membolak-balikkan hati, jadikanlah hatiku istiqamah di atas agama-Mu)”. Akupun berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah beriman kepadamu dan dengan ajaranmu. Apakah engkau masih mengkhawatirkan kami?”. Beliau menjawab, “Ya. Sungguh seluruh hati itu berada di antara dua jari Allah. Dia bisa membolak-balikkannya sekehendak-Nya”. (HR. Tirmidziy dan dinilai hasan oleh beliau).