Polemik Pemberhentian Ipda Rudy Soik
JAKARTA — Pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada Ipda Rudy Soik karena mengungkap Bahan Bakar Minyak (BBM) ilegal kini tengah menjadi polemik. Pada Senin (28/10/2024) Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan jajaran Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Nusa Tenggara Timur (NTT) Daniel Tahi Silitonga terkait kasus yang menyertakan nama Ipda Rudy.
“Padahal memang kasus ini tadi dikatakan hanya terkait ihwal disiplin, pidana juga bukan, sehingga kami sangat berharap bisa dipertimbangkan,” kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman dikutip dari laman DPR RI.
Adapun Kasus Rudy Soik sendiri bermula dari penyelidikan kasus BBM ilegal yang berujung pada putusan PTDH kepada Ipda Rudy.
Setelah mendengar penjelasan dari Kapolda NTT, Komisi III menilai perlu dilakukan evaluasi terkait keputusan PTDH terhadap Rudi Soik. Habiburokhman menjelaskan, hukuman PTDH seharusnya hanya dilakukan pada situasi yang sangat terpaksa. Misalnya pada situasi yang menimbulkan hilangnya nyawa orang maupun tindak korupsi yang nilainya cukup besar, termasuk tindak pidana lainnya.
Habiburokhman melanjutkan,Komisi III dalam audiensi tersebut juga meminta Kapolda NTT dapat mempertimbangkan hukuman apa yang cocok untuk pelanggaran disiplin yang dilakukan Rudy Soik. “Apakah memang lebih layak hukuman pembinaan pada yang bersangkutan,” kata Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Sementara Kapolda NTT Daniel Tahi Monang Silitonga menjelaskan duduk perkara Rudy Soik diberhentikan tidak dengan hormat dari Polri. Daniel menyebutkan ada beberapa pelanggaran yang telah dilakukan oleh Rudy Soik.
Daniel pun menjelaskan bahwa penetapan PTDH dalam perkara Rudi Soik tersebut sebenarnya memang masih dalam tahapan evaluasi. Oleh karena itu, pihaknya nanti akan melihat hasil evaluasi yang memerlukan waktu 30 hari kedepan.
“Memang dalam tahapan ini, sidang PTDH itu masih ada waktu bagi saya 30 hari lagi untuk mengevaluasi, termasuk nanti bagi hakim komisi yang akan saya tunjuk, mereka masih punya waktu 30 hari untuk melihat,” kata Daniel.
Dalam audiensi di Komisi III DPR, Rudy Soik turut hadir didampingi Jaringan Nasional Anti-Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Jarnas Anti TPPO hadir untuk memberi kesaksian tentang sosok Rudy Soik yang juga pernah berhasil dalam mengungkap kasus perdagangan orang.
Mengutip laman kantor berita Antara, Rudy Soik merupakan seorang Perwira Kepolisian yang dipecat dari jabatannya setelah mengungkap dugaan praktik mafia BBM di NTT.
Kasus PTDH yang dijatuhkan oleh Dinas Polri kepada anggota polisi Rudy Soik di NTT hingga saat ini masih menjadi sorotan. Sebelumnya, Rudy Soik yang merupakan anggota Polresta Kupang Kota, dipecat secara tidak hormat dari institusi kepolisian.
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat ini tercantum dalam Putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri Nomor PUT/38/X/2024, yang dikeluarkan pada 11 Oktober 2024 lalu, oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah NTT.
Setelah kasus ini mulai ramai, PTDH terhadap Rudy Soik mulai dipertanyakan masyarakat karena hal itu bermula dari upayanya sebagai anggota Kepolisian Polresta Kupang Kota dalam mengungkap kelangkaan BBM di Kota Kupang.
Rudy Soik memerintahkan anggotanya dari Polresta Kupang Kota untuk memasang garis polisi di lokasi penimbunan minyak solar ilegal di Kota Kupang. Pengusutan mafia BBM subsidi jenis solar dimulai pada 15 Juni 2024, saat terjadi kelangkaan BBM di Kota Kupang dan daerah lain di daratan Timor.
Kendati demikian, tindakan Rudy dianggap melanggar Kode Etik Profesi Polri dalam penyelidikan kasus yang diduga melibatkan jaringan mafia BBM. Akibatnya, ia dipecat secara tidak hormat dari institusi Polri setelah menyelidiki kasus tersebut.
Rudy Soik dipecat secara tidak hormat karena dianggap melanggar Kode Etik Profesi Polri. Tindakan Rudy yang dipandang dapat merusak reputasi institusi itu telah menjadi perhatian, karena setiap anggota Polri diharapkan berkomitmen untuk menjalankan tugas sesuai dengan integritas.