Muslim Eropa Alami Peningkatan Diskriminasi

0

Muslim Eropa dok.euractive

BERLIN — Laporan tahunan Komisi Antirasisme Dewan Eropa (ECRI) pada Kamis (20/6/2024) menyebutkan, terjadinya peningkatan diskriminasi terhadap muslim Eropa. Mereka kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan dan pasien yang menghadapi tuduhan bahwa gejala dialami disebabkan oleh budayanya.

“Contohnya, banyak umat Islam, khususnya perempuan, merasa bahwa mereka diperlakukan tidak hormat dan secara diskriminatif oleh staf medis yang diduga menyatakan bahwa gejala yang mereka alami disebabkan oleh budaya,” sebut ECRI dilansir dari laman thenational.

Laporan tahunan (ECRI) menyatakan, ada beberapa kasus diskriminasi terhadap pasien Muslim Eropa. Ini termasuk kesulitan mendapatkan perhatian medis sebanyak yang Muslim Eropa perlukan.

Laporan terkait permasalahan muslim Eropa muncul ketika dukungan terhadap kelompok sayap kanan meningkat di sana. Pemilu Parlemen Eropa baru-baru ini yang menunjukkan pergeseran dalam blok yang beranggotakan 27 negara, ketika partai-partai memperoleh kursi di beberapa negara anggota.

Di Jerman, partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) naik ke posisi kedua dengan perolehan sekitar 16 persen. Ini mengungguli Partai Sosial Demokrat yang dipimpin Kanselir Olaf Scholz dan dua mitra koalisinya yang berkuasa.

Di Prancis, peningkatan dukungan begitu besar sehingga mendorong Presiden Emmanuel Macron untuk membubarkan parlemen nasionalnya dan mengadakan pemilu sela. Ini terjadi setelah hasil pemilu di Prancis menunjukkan bahwa kelompok sayap kanan mengambil sepertiga dari 31 kursi, lebih dari dua kali lipat perolehan suara Macron. Pendukung Macron, sebesar 15 persen.

Laporan ECRI menyoroti kerugian yang diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan seperti keputusan Perancis untuk melarang siswi mengenakan abaya, ini dianggap melanggar prinsip sekularisme negara tersebut. Negara bagian terbesar ketiga di Jerman, Baden-Wuerttemberg, juga melarang penggunaan penutup wajah bagi seluruh siswa.

“Orang-orang yang mengenakan simbol agama atau pakaian tradisional terkadang dianggap terkait dengan terorisme atau ekstremisme. Hal ini khususnya terjadi pada siswi Muslim di beberapa negara,” kata laporan itu.

“Terkadang, siswa Muslim juga merasa tidak nyaman karena mereka menganggap bahwa mereka tidak mendapatkan dorongan, harapan positif, dan dukungan yang sama dari guru mereka seperti anak-anak dari populasi mayoritas,” lanjut laporan tersebut.

Berdasarkan laporan tersebut, Jumlah insiden kebencian meningkat terhadap muslim Eropa berlipat ganda setelah serangan Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober.

“Umat Islam dipersalahkan atas serangan tersebut dan serangan-serangan lain di Timur Tengah, berdasarkan stereotip terhadap seluruh komunitas dan anggapan mereka terkait dengan penggunaan kekerasan,” lanjutnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *