Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken dok.anadoluagency

NEW YORK — Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengutuk penyerbuan kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki oleh warga Israel radikal, termasuk menterinya.

“Amerika Serikat sangat menentang kunjungan Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir ke Haram al-Sharif/Temple Mount pada 13 Agustus, yang menunjukkan pengabaian terang-terangan terhadap status quo bersejarah sehubungan dengan tempat-tempat suci di Yerusalem,” kata Blinken dilansir dari laman Anadolu Agency.

Pernyataan tersebut muncul setelah sekitar 2.250 pemukim ilegal Israel serta Ben-Gvir, sesama Menteri partai Otzma Yehudit Yitzhak Wasserlauf dan anggota Knesset dari partai Likud Amit Halevi menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa. Mereka datang untuk memperingati Tisha B’Av, hari puasa tahunan Yahudi.

“Tindakan provokatif ini hanya memperburuk ketegangan di saat yang krusial ketika semua fokus seharusnya tertuju pada upaya diplomatik yang sedang berlangsung untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dan mengamankan pembebasan semua sandera serta menciptakan kondisi untuk stabilitas regional yang lebih luas,” kata Blinken.

Sementara kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menjelaskan bahwa tindakan Ben-Gvir tidak konsisten dengan kebijakan Israel. Blinken mengatakan, AS akan meminta pemerintah Israel untuk mencegah insiden serupa di masa mendatang.

“Amerika Serikat menegaskan kembali komitmen kami untuk melestarikan status quo bersejarah dan akan terus menentang langkah sepihak yang kontraproduktif untuk mencapai perdamaian dan stabilitas serta merusak keamanan Israel,” kata dia.

Adapun Masjid Al-Aqsa dianggap sebagai situs tersuci ketiga dalam Islam. Orang-orang Yahudi menyebut daerah itu sebagai Temple Mount, yang diyakini sebagai lokasi dua kuil Yahudi kuno.

Di samping itu, Israel menduduki Yerusalem Timur, tempat Al-Aqsa berada, selama Perang Arab-Israel 1967. Pada 1980, Israel mencaplok seluruh kota, sebuah tindakan yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *