Mantan PM Sebut AS Berada Dibalik Kudeta Bangladesh
DHAKA — Menurut laporan media, Mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina (76 tahun) mengklaim Amerika Serikat (AS) berada dibalik pemecatannya. Hal ini karena ia menolak menyerahkan Pulau Saint Martin, yang akan memberi Washington pengaruh atas Teluk Benggala.
Melansir laman Anadolu Agency, Hasina menuduh bahwa AS bermaksud menggulingkannya dari kekuasaan karena penolakannya untuk menyerahkan kendali atas Pulau Saint Martin. Ini akan memungkinkan AS untuk menggunakan pengaruhnya atas Teluk Benggala. Hal ini dilaporkan harian India The Economic Times pada Ahad (11/8/2024).
Laporan itu mengatakan Hasina, bisa tetap berkuasa dengan menyerahkan kedaulatan Pulau Saint Martin. Dikenal secara lokal sebagai Narikel Zinzira, atau Pulau Kelapa, Pulau Saint Martin, daratan kecil yang luasnya hanya tiga kilometer persegi. Itu terletak di bagian timur laut Teluk Benggala, sekitar sembilan kilometer (sekitar 5,59 mil) selatan ujung semenanjung Cox’s Bazar-Teknaf. Pulau ini menandai titik paling selatan Bangladesh.
“Ia memilih untuk tidak berkompromi dengan kedaulatan pulau itu, dengan menyoroti pentingnya pulau itu secara strategis dan potensi pengaruh geopolitik yang diwakilinya di kawasan tersebut,” sebut laporan itu.
Hasina telah mengklaim pada Mei bahwa ada rencana untuk membentuk negara Kristen seperti Timor Timur dengan mengambil alih sebagian wilayah dari Bangladesh dan Myanmar. Itu disampaikan menjelang penggulingannya yang mengakhiri kekuasaannya selama 15 tahun.
Sementara menurut Daily Star yang berbasis di Dhaka, Hasina mengatakan bahwa ia ditawari pemilihan ulang tanpa hambatan dalam pemilihan umum 7 Januari. Hal ini terjadi jika ia mengizinkan negara asing membangun pangkalan udara di wilayah Bangladesh.
Hasina juga menyatakan kesedihan mengenai kerusuhan politik yang sedang berlangsung di Bangladesh setelah pengunduran dirinya pada 5 Agustus. Kerusuhan dimulai dengan protes yang menuntut penghapusan sistem kuota yang kontroversial dalam pekerjaan publik.
“Pernyataan pengunduran diri baru-baru ini yang dikaitkan dengan ibu saya yang dipublikasikan di sebuah surat kabar sepenuhnya salah dan dibuat-buat,” sebut Putra Hasina yang tinggal di AS, Sajeeb Wazed, melalui X.
“Saya baru saja mengonfirmasikan kepadanya bahwa dia tidak membuat pernyataan apa pun baik sebelum maupun sesudah meninggalkan Dhaka,” kata Wazed.
Menurut pejabat India, Hasina melarikan diri dari Bangladesh pada 5 Agustus ke negara tetangga India, tempat dia saat ini tinggal untuk sementara waktu.
Di samping itu, Menurut harian Prothom Alo, sedikitnya 580 kematian dilaporkan semenjak 16 Juli selama protes terhadap pemerintahan Hasina. Selanjutnya 326 pembunuhan semacam itu dilaporkan dalam tiga hari antara 4 dan 6 Agustus.
Segera setelah dia melarikan diri pada 5 Agustus, kepala militer Bangladesh Jenderal Waker-uz-Zaman mengatakan Hasina telah mengundurkan diri. Zaman juga mengumumkan pembentukan pemerintahan transisi. Sehari kemudian, Presiden Bangladesh Mohammed Shahabuddin membubarkan parlemen, yang dipilih pada Januari ketika Hasina menjadi perdana menteri untuk keempat kalinya.