Korupsi Pertamina, Legislator: Ini Luar Biasa Parah

Pengisian BBM dok.pertamina
JAKARTA — Anggota Komisi VI DPR RI, Asep Wahyuwijaya, menegaskan bahwa korupsi yang diduga berlangsung selama lima tahun di Pertamina menunjukkan adanya sindikat dan permufakatan jahat yang terjadi secara sistematis. Korupsi tersebut menyebabkan kerugian negara Rp 193,7 triliun.
“Ini luar biasa parah. Seruan untuk menegakkan akhlak di lingkungan Kementerian BUMN justru diluluhlantakkan oleh salah satu BUMN terbesar yang katanya berkelas dunia,” kata Asep dikutip dari laman DPR RI.
Ia pun mendesak agar dilakukan audit total secara menyeluruh oleh pihak independen yang memiliki kredibilitas tinggi guna memastikan transparansi keuangan dan tata kelola perusahaan.
“Saran saya, lakukan audit total dan pemeriksaan menyeluruh oleh pihak yang benar-benar independen dan memiliki kredibilitas tinggi terhadap kondisi keuangan serta manajemen perusahaan,” kata dia.
Politisi Fraksi Partai NasDem itu juga menyatakan dukungan penuh kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menindak tegas para pelaku tanpa pandang bulu dalam rangka pemberantasan korupsi di Pertamina.
“Saya kira kasus ini merupakan kejahatan sistemik dan terorganisir. Kejaksaan Agung mendapatkan momentum untuk melakukan bersih-bersih hingga ke akar-akarnya,” kata Asep.
Sementara Komisi VI DPR RI akan memanggil Kementerian BUMN dan PT Pertamina untuk memperoleh penjelasan secara terbuka terkait kasus korupsi di PT Pertamina Patra Niaga. Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR Eko Hendro Purnomo.
“Kami di DPR akan terus mengawasi perkembangan kasus ini dan meminta Menteri BUMN serta direksi Pertamina untuk memberikan penjelasan secara terbuka dalam rapat dengan Komisi VI,” kata dia.
Eko mengaku prihatin dengan terbongkarnya kasus korupsi di PT Pertamina Patra Niaga yang menurut dia bakal mencoreng kredibilitas BUMN di Tanah Air. “Kami di Komisi VI DPR RI sangat prihatin dengan dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga yang melibatkan pengoplosan BBM dari Pertalite menjadi Pertamax,” ucapnya.
Saat ini publik tengah dihebohkan terkait oplosan Pertamax menjadi Pertalite. Permasalahan ini muncul ketika Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tujuh tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi Tata Kelola Minyak Mentah pada Senin (24/2/2025).
Mengutip laman Kejagung RI, disebutkan dalam kasus ini, pada pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92. Padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah. Kemudian dilakukan blending di Storage atau Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.
Adapun RON 90 merupakan jenis bahan bakar minyak (BBM) yang memiliki nilai oktan sebesar 90. Pada produk Pertamina, RON 90 adalah Pertalite, sementara RON 92 yakni Pertamax.
Baca juga: Kisruh Oplosan Pertamax menjadi Pertalite