hewan kurban Idul Adha

JAKARTA — Menjelang Hari Raya Idul Adha 1445 Hijriah, Umat islam disyariatkan untuk melakukan ibadah kurban. Syariat ini sudah ada semenjak zaman Nabi Ibrahim Alaihissalam. Bagaimana dengan hukum ibadah kurban?

Dikutip dari buku Yang Sering Ditanya Seputar Kurban oleh Ahmad Anshori, Ada dua pendapat ulama tentang hukum berkurban:

Pertama, hukum berkurban adalah sunah muakkadah. Pendapat ini dipegang oleh mayoritas ulama (jumhur). Dalilnya adalah, hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إذا رأيتم هلال ذي الحجة، وأراد أحدكم أن يضحي، فليمسك عن شعره وأظفاره

“Jika kalian melihat hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang kalian mau berkurban, maka tahanlah diri anda dari mencukur rambut, dan memotong kukunya”. (HR. Muslim)

Kedua, sebagian ulama seperti Imam Al-Auza’i, Al-Laitsi dan Mazhab Imam Abu Hanifah, berpandangan berkurban hukumnya wajib bagi yang mampu.

Dalilnya adalah hadis,

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

“Barangsiapa yang memiliki kemampuan namun tidak berkurban, makan jangan sekali-kali mendekat ke tempat sholat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Pendapat kedua ini dipandang lemah karena:

1. Hadis yang menjadi dalil pendapat kedua di atas dinilai lemah (dha’if) oleh para pakar hadis. Karena di antara perawinya terdapat Abdullah bin ‘Ayyas, yang dinilai sebagai perawi yang lemah. Sebagaimana keterangan dari Syaikh Syu’aib al Arn-auth rahimahullah, “Sanad hadis ini lemah. Abdullah bin ‘Ayyas (salah seorang rawinya) yang lemah. Dia juga mengalami kekacauan dalam periwayatan hadis ini. ”Kemudian beliau melanjutkan, “Syaikh Albani menilai hadis ini hasan dalam Takhrij Musykilah al Faqr. Namun beliau keliru dalam penilaian tersebut.” (Ta’liq Musnad Imam Ahmad 2/321)

2. Adanya riwayat shahih yang menjelaskan, bahwa Abu Bakr, Umar, Ibnu Abbas, dan beberapa sahabat lainnya tidak berkurban. Karena mereka khawatir kalau berkurban dianggap suatu yang wajib. Imam Thahawi menyatakan,Asy-Sya’bi meriwayatkan dari Suraihah, beliau berkata, “Saya melihat Abu Bakr dan Umar -semoga Allah meridhoi keduanya- tidak berkurban. Karena tidak ingin orang mengikutinya (pent. menganggapnya wajib).” (Mukhtashor Ikhtilaf al-Ulama 3/221).

Abu Mas’ud al Anshori pernah mengatakan, “Sungguh saya pernah tidak berkurban padahal kondisi saya mampu. Karena saya khawatir tetanggaku akan berpandangan bahwa berkurban itu kewajiban.” (Ahkam Alquran, al Jasshos, 5/85).

Ibnu Umar menegaskan, “Berkurban bukan sebuah kewajiban. Namun hanya sunah dan perkara yang ma’ruf.” (Ahkam Alquran, al Jasshos, 5/85).

Oleh karenanya yang tepat hukum berkurban adalah sunah muakkadah. Makna sunah dari sudut pandang fikih adalah, amal ibadah yang bila dikerjakan berpahala, apabila ditinggalkan tidak berdosa. Hanya saja, bagi yang mampu kemudian tidak berkurban, dihukumi sangat makruh oleh para ulama. Wallahua’lam bis showab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *