Hampir 50 Persen Kuota Tambahan Digunakan untuk Furoda
JAKARTA — Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Luluk Nur Hamidah menyampaikan kritik tajam terhadap Kementerian Agama (Kemenag) terkait pengalihan sebagian besar kuota tambahan haji reguler untuk haji plus. Luluk mengungkapkan bahwa dari 20 ribu kuota tambahan, hampir 50 persen digunakan untuk kuota haji plus atau furoda. Hal itu jauh melebihi batas delapan persen yang disepakati.
“Kami sangat terkejut karena ternyata lebih dari kesepakatan bersama di Komisi VIII, (kuota tambahan) dipakai untuk kuota haji plus atau bahkan furoda. Berdasarkan aturan yang berlaku, mestinya tidak lebih dari delapan persen dari kuota tambahan 20 ribu itu. Faktanya, hampir 50 persen dari 20 ribu itu ternyata dialihkan untuk memenuhi kebutuhan kuota haji plus atau furoda,” kata Luluk, dikutip dari laman resmi DPR RI.
Luluk menekankan bahwa tindakan Kemenag ini melanggar undang-undang dan kesepakatan yang ada, serta tidak pernah dikonsultasikan dengan DPR.
“Prosedur dan mekanisme ini tidak digunakan, yaitu cek kepada undang-undang atau aturan bahkan kesepakatan dan hasil konsultasi dengan DPR,” ucap Politisi Fraksi PKB ini.
Luluk juga menyoroti bahwa penambahan kuota seharusnya dapat mengurangi beban antrean haji reguler yang begitu panjang. Itu mencapai 38 hingga 48 tahun di beberapa provinsi. Namun, pengalihan kuota ini justru memperpanjang masa tunggu bagi jamaah haji yang sudah lanjut usia.
“Kami sangat menyayangkan antrean panjang jamaah haji reguler kita yang sudah luar biasa menumpuknya karena menunggu 38 hingga 48 tahun di beberapa provinsi di luar Jawa. Dengan tambahan 20 ribu ini relatif akan mengurangi beban dan juga memperpendek jarak khususnya bagi para jamaah yang usianya sudah relatif senior,” kata Luluk.
Selain itu, Luluk menekankan bahwa kebijakan ini menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang diuntungkan dan menilai bahwa ada potensi penyalahgunaan anggaran yang melanggar undang-undang, yang dapat mengundang penyelidikan dari institusi lain.
“Ini adalah tindakan yang sangat sembrono yang dilakukan oleh Kementerian Agama dan ada potensi pelanggaran terhadap undang-undang,” kata dia.