Demonstran di Inggris Berpotensi Hadapi Dakwaan Terorisme
LONDON — Media lokal melaporkan pada Selasa (6/8/2024), demonstran yang ditangkap menghadapi konsekuensi hukum yang berat, dengan dakwaan mulai dari kerusuhan dengan kekerasan hingga potensi tindak pidana terorisme. Hal ini terjadi setelah kerusuhan sayap kanan di seluruh Inggris.
Direktur Penuntutan Umum Stephen Parkinson menggarisbawahi kepastian hukuman penjara bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan kekerasan. “Tidak perlu diragukan lagi. Mereka akan dipenjara,” kata dia dilansir dari laman Anadolu Agency.
Dia menyoroti beratnya pelanggaran dan komitmen untuk tindakan hukum yang cepat dan tegas. Parkinson mengungkapkan bahwa dakwaan terorisme sedang dipertimbangkan dalam kasus-kasus tertentu.
“Kami bersedia untuk melihat pelanggaran terorisme. Saya mengetahui setidaknya satu contoh di mana hal itu terjadi,” kata Parkinson.
Ia menjelaskan bahwa kelompok-kelompok terorganisasi yang terlibat dalam kerusuhan, khususnya mereka yang merencanakan kegiatan untuk mempromosikan ideologi dan menyebabkan gangguan parah. Mereka dapat dituntut berdasarkan undang-undang terorisme.
Mayoritas tersangka telah didakwa dengan kerusuhan dengan kekerasan, kejahatan yang membawa hukuman maksimal lima tahun penjara. Namun, penyelidikan sedang dilakukan untuk menilai apakah tuduhan yang lebih berat, seperti kerusuhan yang dapat mengakibatkan hukuman 10 tahun dapat dibenarkan.
Proses hukum kemungkinan memerlukan waktu karena kompleksitas kejahatan, dan perlunya mengumpulkan bukti substansial untuk keputusan dakwaan. Parkinson meyakinkan publik bahwa meskipun ada potensi penundaan, hasilnya pasti akan berupa hukuman berat bagi para pelanggar.
Setelah sepekan kekerasan di Inggris, para tersangka kini hadir di pengadilan. Lebih dari 400 orang ditangkap, dan 100 orang telah didakwa.
Adapun Inggris sedang mengalami gelombang kerusuhan terburuk dalam 13 tahun. Demonstran sayap kanan yang menargetkan pencari suaka dan komunitas etnis minoritas di seluruh negeri.
Di samping itu, banyaknya disinformasi anti-Muslim di media sosial telah memicu kekerasan Islamofobia dan sayap kanan setelah serangan penusukan fatal di kota pesisir utara Inggris, Southport, pada 29 Juli.