Bentuk-bentuk yang Mengurangi Niat Ikhlas Berhaji

0

Jamaah melakukan tawaf di sekililing Ka'abah di Makkah Al-Mukarramah, Arab Saudi

JAKARTA — Setiap muslim ingin agar semua ibadah yang dijalankan diterima oleh Allah Ta’ala, termasuk saat berhaji. Akan tetapi niat ikhlas tidak mudah untuk diraih, ada beberapa hal yang dapat merusak hal ini sehingga amalannya hanya sia-sia saja.

Dikutip dari buku Bekal Haji karya ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc, MA, Orang yang berhaji memiliki potensi besar untuk memamerkan ibadah hajinya. Oleh karena itu, tatkala Rasulullah  berhaji, beliau berkata: 

“Ya Allah, ini adalah haji yang tidak ada riya padanya dan tidak juga sumah”, disahihkan oleh Al-albani.

Riya merupakan ingin dilihat oleh orang lain dan sumah ingin didengar oleh orang lain. Nabi tidak perah menyatakan kedua perbuatan ini dalam ibadah-ibadah lainnya.

Inilah isyarat bahwa ibadah haji rawan untuk dipamerkan atau terkontaminasi dengan riya dan sumah. Betapa banyak orang sepulang haji jika tidak dipanggil “Pak Haji”, ia pun marah dan tersinggung.

Sebesar apa pun pengorbanan seseorang dalam beribadah, sebanyak apa pun biaya yang telah ia keluarkan, atau seletih apa pun yang ia kerjakan, ibadahnya tidak akan diterima jika tidak dibangun di atas keikhlasan. Lihatlah seorang mujahid yang berjuang di jalan Allah subhanahu wa ta’ala dengan mengorbankan hartanya, bahkan nyawanya. Namun, jika ia tidak berjihad karena Allah subhanahu wa ta’ala, ia akan disiksa pada hari kiamat kelak. Demikian pula dengan haji.

Berikut ini bentuk-bentuk kegiatan yang bisa merusak keikhlasan seseorang dalam berhaji. 

  • Berhaji dengan niat pencitraan, apalagi pada musim-musim politik dan pemilu. Lalu, ia pun perlu mempersiapkan tim sukses yang siap merekam dan mempublikasi kegiatannya selama berhaji. 
  • Berhaji karena malu dibilang oleh tetangga, “Sudah kaya, kok tidak haji-haji”, sehingga akhirnya ia berhaji hanya agar tidak dicemooh oleh tetangga. 
  • Berhaji dengan travel atau agen perjalanan yang mahal dan ini tentunya tidak mengapa, tetapi sambil berniat memamerkan kekayaan dan kesombongannya karena bisa berhaji dengan travel mahal.
  • Berhaji sambil selfie atau berswafoto terus-menerus. Lalu, hasil selfie-nya dipublikasi di media sosial, dijadikan sebagai foto profil dan status, atau dijadikan foto yang dipajang di ruang tamu. 

Semua kegiatan tersebut sangat mungkin bisa mengotori niat seseorang tatkala berhaji. Oleh sebab itu, hendaknya hal tersebut dijauhi oleh umat muslim. Ketahuilah, Anda tidak mungkin menjadi haji yang mabrur, kecuali jika Anda ikhlas dalam berhaji karena hanya mengharap keridhaan dan ampunan dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda: 
“Barangsiapa yang berhaji karena Allah dan dia tidak melakukan rafats dan tidak melakukan kemaksiatan tatkala sedang berhaji, dia akan kembali sebagaimana hari dia dilahirkan dari perut ibunya”, hadist riwayat Al-Bukhari, dan Muslim.

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam memasang tiga syarat dalam hadits tersebut untuk meraih haji mabrur. Pertama, ikhlas karena Allah subhanahu wa ta’ala, kedua tidak melakukan rafats, dan ketiga tidak bermaksiat. Perhatikanlah, Syarat pertama adalah ikhlas.

Seperti talbiah seorang haji adalah Labbaika la syarika laka labbaik, “Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah tidak ada sekutu bagi-Mu”. Artinya, ia mengikrarkan diri bahwa ia tidak datang berhaji kecuali untuk memenuhi panggilan Allah subhanahu wa ta’ala.

Tidak ada niat untuk dipuji, disanjung, diakui, dan dihormati oleh manusia. Maka, sungguh merugi seseorang yang telah mengeluarkan banyak biaya, meninggalkan pekerjaannya, bahkan meninggalkan keluarganya dan kampung halamannya untuk bersusah payah dan letih di Mina, Padang Arafah, Muzdalifah, dan al-Masjidil Haram, tetapi ternyata niatnya bukan karena Allah subhanahu wa ta’ala.

Semuanya akan sirna dan hilang secara sia-sia. Hanya keletihan yang ia dapatkan, dan siksaan mengancamnya di akhirat. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *