14 Maret 2025
Definisi I’tikaf dan Hukumnya

dok.freepik

JAKARTA — Pada bulan suci Ramadan muslim dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui ibadah itikaf. Hal ini dapat dikerjakan selama 10 terakhir Ramadan.

Mengutip buku Panduan Lengkap Puasa Ramadhan oleh Abu Abdillah dan Abu Ubaidah disebutkan, Allah mensyariatkan berbagai macam ibadah yang agung dan keta­atan bagi para hambanya pada bulan Ramadan ini. Di antara iba­dah yang agung tersebut adalah i’tikaf. Karena ibadah ini membawa banyak manfaat dan kebaikan dalam perbaikan seorang muslim. Berikut ini ulasan ringkas seputar hukum i’tikaf.

I’tikaf secara bahasa adalah berdiam diri. Adapun secara istilah ada­lah berdiam diri di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah dari seorang tertentu yang memiliki sifat-sifat tertentu.

Sementara hukum melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan merupakan sunnah yang dianjurkan, berdasarkan dalil Alquran, hadits dan ijma’. Dan bisa wajib apabila dengan nadzar.

  1. Dalil Alquran

وَلَا تُبَاشِرُوۡهُنَّ وَاَنۡـتُمۡ عٰكِفُوۡنَ فِى الۡمَسٰجِدِؕ

Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. (QS. al-Baqarah ayat 187)

  1. Dalil hadits

Rasulullah ﷺ sendiri melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan sampai beliau wafat. Dan apa yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ dengan niat ketaatan dan mendekatkan diri maka hukumnya sunnah bagi seluruh umatnya. Aisyah radhiyallahu anha berkata:

كانَ رسُولُ اللَّهِ ﷺ يُجاوِرُ في العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رمضَانَ، ويَقُول: “تحَرَّوْا لَيْلَةَ القَدْرِ في العشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضانَ”

“Rasulullah ﷺ berdiam diri di dalam masjid pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Beliau ﷺ berkata: ‘Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.’”   (HR. Bukhari)

  1. Dalil ijma’

Banyak para ulama yang menukil tentang disyariatkannya i’tikaf se­perti Imam Ibnu Hazm, an-Nawawi, Ibnu Qudamah, Ibnu Rusyd, Ibnu Abdil Barr, dan lain-lain (Al-Ittihaf fil I’tikaf).

Hukum ini mencakup untuk kaum pria dan wanita, hanya saja bagi kaum wanita disyaratkan izin wali mereka dan aman dari fitnah, berdasarkan dalil-dalil yang banyak sekali serta kaidah fiqih bahwa membendung kerusakan lebih diuatamakan daripada mendapatkan kebaikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *