Mentan Minta Pabrik Minyak Kita Ditindak

Tangkapan layar Instagram Kementan, Operasi Sidak Minyak Kita di Pasar Jaya Lenteng Agung.
JAKARTA — Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman meminta agar pabrik Minyak Kita untuk segera ditindak, karena kecurangan dalam jumlah isi minyaknya. Hal ini disampaikan dalam sidak ke Pasar Jaya Lenteng Agung pada Sabtu (8/3/2025).
“Dari sidak melihat operasi pasar, juga melihat langsung pasar di lapangan kami temukan ini Minyak Kita dijual di atas HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp 15.700, tapi dijual Rp 18 ribu kemudian isinya tidak cukup 1 liter tapi hanya 750 sampai 800 mililiter,” kata Amran mengutip laman Instagram Kementerian Pertanian.
Amran melanjutkan, di bulan suci ini umat Islam sibuk mencari pahala, akan tetapi dari kecurangan Minyak Kita disebut mencetak dosa. Berdasarkan pabrik yang tertera dalam kemasan, PT Artha Eka Global Asia, Amran meminta segera untuk ditindak.
“Kami minta diproses kalau terbukti ditutup, kami minta diproses bila terterbukti disegel, ditutup nggak boleh ini merugikan rakyat Indonesia merugikan masyarakat yang sedang melaksanakan ibadah puasa dan di luar ibadah puasa tidak boleh terjadi,” kata Amran.
“Kami sudah bicara dengan Kabareskrim langsung kami minta diperiksa. Kalau betul itu nggak boleh, minta dipidanakan kalau betul salah ya. Kalau dicek langsung turun ke pabriknya sampai ke pabrik. Tolong di dalam jangan ditindaki pengecer, mereka tidak paham saudara kita itu mencari rezeki juga. Tapi otaknya siapa, pabriknya di mana,” lanjut Amran.
Di samping itu, Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Agun Gunandjar Sudarsa, menemukan adanya kenaikan harga Minyakita saat melakukan kunjungan ke Pasar Induk Rau, Serang, Banten, pada Kamis (6/3/2025). Ia mendapati minyak goreng bersubsidi tersebut dijual dengan harga bervariasi antara Rp 18 ribu hingga Rp 19 ribu per liter.
“Saya cek sendiri di beberapa tempat, ada yang menjual Rp 19 ribu, ada yang Rp 18 ribu. Setelah saya tanyakan, ternyata mereka membelinya dari agen seharga Rp 17 ribu. Ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian harga di tingkat distribusi,” kata dia dikutip dari laman DPR RI.