Ini Cara Penentuan Awal Ramadan

Ilustrasi Bulan suci Ramadan dok.almashhad
JAKARTA — Dalam menentukan awal Ramadan, dapat dilakukan melalui pemantauan hilal, maupun menggenapkan bulan Syaban. Hal ini berdasarkan yang telah terjadi dan disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Dikutip dari buku Catatan Faedah Fikih Puasa dan Zakat Kitab Safinatun Naja oleh Muhammad Abduh Tuasikal, Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ، غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لهُ
“Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya lagi, maka berhari rayalah. Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (bulan Syaban menjadi 30 hari).” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 1900 dan Muslim, no. 1080).
Kemudian, cukup satu orang saksi untuk penentuan awal Ramadan. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ، فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم -أَنِّي رَأَيْتُهُ، فَصَامَ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ
“Manusia sedang memperhatikan hilal. Lalu aku mengabarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku telah melihat hilal. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.” (HR. Abu Daud, no. 2342; Ibnu Hibban, 8:231; Al-Hakim, 1:423. Hadits ini dinilai sahih oleh Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla, 6:236, Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’, 6:276; Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil, 4:16. Lihat Minhah Al-‘Allam, 5:15).
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa seorang Arab Badui datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia pun berkata,
“Aku telah melihat hilal.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah?” Ia menjawab, “Iya.” “Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah?“, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali bertanya. Ia pun menjawab, “Iya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintah, “Suruhlah manusia wahai Bilal, agar mereka besok berpuasa.”
(HR. Abu Daud dalam Bab “Persaksian Satu Orang untuk Rukyat Hilal Ramadhan”; Tirmidzi, no. 691; An-Nasai, 4:132; Ibnu Majah, no. 1452; Ibnu Khuzaimah, no. 1923; Ibnu Hibban, 8:229-230. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan mengatakan bahwa hadits ini dikuatkan oleh hadits Ibnu ‘Umar sebelumnya yang sahih sehingga menjadi kuatlah hadits mursal ini).
Sementara itu, Muslim yang berakal dan baligh diwajibkan untuk berpuasa di bulan Ramadan. Sementara terkait puasa yang dilakukan anak-anak, hal itu sah dilakukan oleh anak kecil yang sudah tamyiz, yakni yang sudah mencapai tujuh tahun.
Adapun yang belum tamyiz yaitu di bawah tujuh tahun, maka tidak sah puasanya walaupun ia berpuasa. Lihat bahasan Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 2:172. Sementara orang gila karena tidak disebut tamyiz dan berakal, tidaklah sah puasanya. Lihat bahasan Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 2:172.
Dalil bahwasanya anak kecil diajak puasa adalah hadits berikut ini.
Dari Rabi binti Mu’awwid radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ الَّتِي حَوْلَ الْمَدِينَةِ “ مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ ” . فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الإِفْطَارِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusannya pada siang hari ‘Asyura (sepuluh Muharam) ke desa-desa kaum Anshar di sekitar Madinah untuk mengumumkan, ‘Barang siapa telah berpuasa sejak pagi hari, hendaklah dia menyempurnakan puasanya. Barang siapa yang pagi harinya tidak berpuasa, maka hendaknya puasa pada sisa harinya.’ Maka setelah itu kami berpuasa, dan kami membiasakan anak-anak kecil kami untuk berpuasa insya Allah. Kami pergi ke masjid, lalu kami buatkan untuk mereka (anak-anak) mainan dari kapas yang berwarna. Kalau salah satu di antara mereka menangis karena (kelaparan). Kami berikan kepadanya (mainan tersebut) sampai berbuka puasa.” (HR. Bukhari, no. 1960 dan Muslim, no. 1136).
Baca juga: Keutamaan Puasa Ramadan