Pemimpin Arab Bakal Bertemu di Riyadh Bahas Rekonstruksi Gaza

Kondisi Gaza setelah serangan Israel dok.anadoluagency
RIYADH — Menurut sumber, para pemimpin Arab akan bertemu di Arab Saudi pada Jumat (21/2/2025) diperkirakan segera meninjau rencana rekonstruksi Gaza. Hal ini dilakukan untuk melawan skema kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang ingin mengembangkan daerah kantong tersebut.
Melansir laman the National, Media pemerintah Saudi mengatakan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) akan mengadakan pertemuan persaudaraan informal di Riyadh. Pertemuan dilakukan dengan para pemimpin dari lima negara Dewan Kerjasama Teluk lainnya, seperti Uni Emirat Arab (UEA), Kuwait, Qatar, Oman dan Bahrain, serta Yordania dan Mesir. Sumber tersebut menyatakan, Presiden Palestina Mahmoud Abbas juga telah diundang.
Rencana rekonstruksi tersebut dirancang oleh para ahli Mesir. Akan tetapi kemungkinan akan diamandemen selama pertemuan di Riyadh.
Sumber-sumber tersebut mengatakan bahwa rencana yang diusulkan menyediakan penciptaan zona aman tempat penduduk Gaza akan ditampung di tenda-tenda dan karavan. Sementara rumah-rumah dan infrastruktur yang hancur selama serangan militer Israel selama 15 bulan dibangun kembali.
Rencana tersebut akan dilaksanakan selama tiga hingga lima tahun. Pada awalnya akan memulihkan layanan-layanan penting seperti perawatan kesehatan dan air bersih, dan menghidupkan kembali sektor pertanian daerah kantong tersebut. Tenaga kerja rekonstruksi terutama akan diambil dari penduduk Gaza.
Baca juga: Pembangunan Kembali Gaza Capai Rp 868 triliun
Di samping itu, pertemuan di Riyadh akan diikuti oleh pertemuan puncak darurat Arab di Kairo pada 4 Maret. Pertemuan puncak Kairo juga akan menyatakan dukungannya terhadap rencana Mesir untuk menyelenggarakan konferensi rekonstruksi Gaza internasional.
Adapun usulan Trump telah dikecam secara regional dan global. Kelompok hak asasi internasional mengatakan bahwa usulan tersebut merupakan pembersihan etnis, kejahatan perang.
Baca juga: Menentang Usulan Trump, Ini Rencana Mesir untuk Gaza