dok.alarabiya

JAKARTA — Umat islam akan memasuki tahun baru islam 1446 Hijriah yang dimulai dengan bulan Muharram. Bulan ini termasuk di antara yang agung dan mulia. Seperti apa kedudukan bulan Muharram?

Bulan Muharram merupakan bulan dalam syariat islam dimasukkan dalam bulan-bulan yang dimuliakan (Al-Asyhurul Hurum). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, 

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ

Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa. (QS. At-Taubah ayat 36)

Dikutip dari Buku Bulan Haram Hukum dan Pelajaran, Rasulullah ﷺ sebagaimana diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Bakrah radhiyallahuanhu, bersabda: 

“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan, di antaranya termasuk empat bulan yang dihormati: Tiga bulan berturut-turut: Dzul Qoidah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab Mudhar yang terdapat antara bulan Jumadal Tsaniah dan Sya’ban.” (Muttafaq alaih: Shahih Bukhari, Kitab at-Tafsir, hadits no. 4662, dan Shahih Muslim, Kitab al-Qasamah, hadis no. 29-(1679))

Pada keempat bulan ini Allah menekankan agar kita kaum muslimin jangan melakukan perbuatan aniaya (az-zulm), sebagaimana firman-Nya: 

“Jangan kalian aniaya diri kalian.” 

Ada dua penafsiran az-zulm dalam ayat di atas. 

Pertama, berperang. Maksudnya tidak boleh berperang pada bulan-bulan yang diharamkan tersebut. Namun ketentuan ini sebagaimana dikuatkan oleh Al Qurtubi dalam tafsirnya telah mansukh (dihapus). 

Kedua, berbuat maksiat dan dosa. Namun hal ini bukan berarti bahwa bermaksiat dibolehkan pada bulan lainnya. Karena kemaksiatan, apapun bentuknya adalah dilarang, kapan pun dan dimana pun tanpa terkecuali. 

Ibnu Jarir at-Thabari dalam tafsirnya mengatakan bahwa dikhususkannya larangan bermaksiat pada bulan-bulan ini menunjukkan kemuliaan dan keagungan bulan ini dibanding bulan-bulan lainnya, di mana kemaksiatan di dalamnya mendapat penekanan untuk dijauhi oleh setiap muslim. Hal tersebut mirip dengan perintah Allah dalam surat Al-baqarah ayat 238, Allah Ta’ala berfirman: 

حَافِظُوۡا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الۡوُسۡطٰى

“Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha.” (QS. Al-Baqarah ayat 238) 

Menjaga seluruh shalat jelas diperintahkan, namun menjaga shalat Wustha yang menurut sebagian ulama adalah shalat Ashar, mendapat tekanan khusus untuk kita jaga. 

Kedudukan bulan Muharram juga dapat dilihat dari nama bulan itu sendiri dan julukan yang diberikan kepadanya. 

Nama Muharram merupakan sighat maful dari kata Harrama-Yuharrimu, yang artinya diharamkan. Maka kembali kepada permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, hal tersebut bermakna bahwa pengharaman perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah Ta’ala memiliki tekanan khusus yang sangat kuat pada bulan ini. 

Kemudian dari sisi istilah, bulan ini disebut sebagai “Bulan Allah” (Syahrullah). Berarti bulan ini disandingkan kepada Lafzul Jalalah (Lafaz Allah). Para ulama menyatakan bahwa penyandingan makhluk kepada Lafzul Jalalah, memiliki makna tasyrif (pemullaan), sebagaiman istilah Baitullah, Rasulullah, Abdullah, dan sebagainya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *