50.000 Lebih Anak di Gaza Alami Malnutrisi Akut
GAZA — Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan lebih dari 50 ribu anak di Gaza mengalami malnutrsi akut. Mereka memerlukan perawatan medis segera.
“Dengan berlanjutnya pembatasan akses kemanusiaan, masyarakat di Gaza terus menghadapi tingkat kelaparan yang sangat parah. Tim UNRWA bekerja tanpa kenal lelah untuk menjangkau keluarga-keluarga dengan bantuan, namun situasinya sangat buruk,” sebut UNRWA dilansir dari laman Aljazirah.
Di samping anak di Gaza mengalami malnutrisi akut, Juru bicara UNICEF James Elder menggambarkan betapa sulitnya menyalurkan bantuan ke Gaza. Di samping itu distribusi juga sulit dilakukan di seluruh wilayah pesisir yang dilanda perang.
“Lebih banyak pekerja bantuan yang terbunuh dalam perang ini dibandingkan perang apa pun sejak munculnya PBB,” kata dia.
Elder mengungkapkan, UNICEF mempunyai misi untuk mengemudikan truk yang penuh dengan pasokan nutrisi dan medis untuk 10.000 anak. Tugas mereka adalah mengirimkan bantuan, yang telah disetujui sebelumnya oleh otoritas Israel, dari Deir el-Balah ke Kota Gaza, perjalanan pulang pergi sejauh 40 kilometer (25 mil).
“Butuh waktu 13 jam dan kami menghabiskan delapan jam di sekitar pos pemeriksaan, berdebat seputar dokumen, ‘apakah itu truk atau van’. Kenyataannya truk ini tidak diberi akses. 10.000 anak tersebut tidak mendapatkan bantuan tersebut, Israel sebagai kekuatan pendudukan mempunyai tanggung jawab hukum untuk memfasilitasi bantuan tersebut,” papar dia.
Sementara itu, salah satu penyeberangan darat utama di Rafah telah ditutup semenjak pasukan Israel merebut wilayah tersebut awal bulan lalu. Langkah ini meningkatkan kekhawatiran akan kelaparan di Gaza selatan dan tengah.
Di samping itu, Wakil Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia PBB, Carl Skau, menghabiskan waktu dua hari untuk menilai penderitaan warga Palestina pekan ini. Dia mengatakan bahwa tantangan tersebut belum pernah ia lihat sebelumnya.
“Situasi di Gaza selatan dengan cepat memburuk. Satu juta orang di Gaza selatan terjebak tanpa air bersih atau sanitasi di daerah yang sangat padat di sepanjang pantai di tengah teriknya musim panas. Kami melewati sungai-sungai yang berisi limbah,” kata Skau.